Dampak Ngeri Pembakaran Hutan untuk Membuka Lahan Perkebunan
Pemerintah secara tegas telah melarang pembakaran hutan melalui Undang-Undang PPLH Nomor 32 tahun 2009 dan UU Perkebunan Nomor 18 tahun 2004. Pelarangan ini diberlakukan tentu karena dampak dari pembakaran hutan sangat banyak dan berbahaya, walaupun dengan alasan untuk membuka lahan perkebunan. Terlebih pembakaran hutan salah satu penyebab terjadinya deforestasi.
Ironis memang #Eatizen. Di satu sisi lahan perkebunan dibuka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan sehari-hari. Namun pembukaan lahan tersebut sering mengorbankan hutan yang justru berperan sangat penting bagi keseimbangan alam. Yang berarti bagi keberlangsungan manusia itu sendiri.
Kegiatan pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar hutan termasuk ke dalam tindakan deforestasi. Deforestasi yaitu pengubahan area hutan menjadi lahan tidak berhutan secara permanen. Dengan kata lain, deforestasi mengubah fungsi hutan yang tadinya sebagai lahan untuk pelestarian lingkungan dan ekosistem, menjadi untuk kepentingan manusia.
Bila dibiarkan, deforestasi justru merugikan manusia itu sendiri. Ke depannya, kerusakan hutan akan memengaruhi iklim, kesehatan, bahkan bisa menyebabkan bencana alam.
Jejak Karbon dalam Pembakaran Hutan
Pembakaran hutan akan memproduksi emisi karbondioksida (CO2) atau carbon footprint atau jejak karbon. Emisi karbondioksida ini merupakan penyebab terjadinya efek rumah kaca yang bisa mengakibatkan perubahan iklim.
Memang hampir semua hal yang dikerjakan oleh manusia, terlebih yang menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan carbon footprint, seperti operasional pabrik, transportasi, pengolahan makanan, dan banyak lagi. Namun adanya pembakaran hutan semakin memperbesar carbon footprint tersebut dan makin mengancam kelestarian lingkungan.
Menurut prediksi Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) Uni Eropa, kebakaran hutan di Indonesia hingga tahun 2019 telah melepas sebanyak 709 juta ton karbondioksida ke udara. Bukankah sungguh memprihatinkan #Eatizen?
Mengecilnya Paru-paru Dunia
Membakar hutan ibarat kita merokok, sedikit demi sedikit merusak paru-paru yang berperan utama dalam sistem pernapasan kita, karena hutan adalah paru-paru dunia. Seperti yang kita tahu, daun-daun dari pepohonan menyerap CO2 lalu mengubahnya menjadi oksigen (O2), udara yang kita hirup agar bisa terus hidup.
Hutan yang berisi puluhan ribu varietas pepohonan juga akan mengurangi emisi CO2 dan menggantinya dengan O2 yang segar. Apabila pohon-pohon tersebut dibabat dan hutan dibiarkan gundul, sama saja kita merusak paru-paru sendiri. Kita semakin sulit untuk mendapatkan udara segar.
Sebaliknya, carbon footprint semakin banyak karena CO2 tidak terolah dengan baik, sehingga gas rumah kaca semakin tak terkendali. Padahal dampaknya tidak main-main, selain bisa terjadi kekeringan, juga bisa menimbulkan cuaca ekstrim, bencana alam, dan sebagainya.
Berkurangnya Keanekaragaman Hayati
Hutan merupakan tempat tinggal berbagai macam hewan, tumbuhan, dan makhluk lain. Berbagai keanekaragaman hayati tersebut saling berinteraksi dalam rantai makanan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di bumi.
Membakar hutan berarti merusak tempat tinggal atau habitat banyak makhluk hidup. Hewan-hewan tersebut lama kelamaan bisa mati karena kehilangan tempat mencari makan. Atau mereka berpindah tempat untuk mencari tempat berlindung yang baru. Perpindahan ini bisa merugikan manusia, karena selain bisa mengganggu pemukiman penduduk, juga bisa menularkan penyakit dari hewan ke manusia.
Itulah berbagai dampak mengerikan yang bisa terjadi ketika manusia memilih membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan. Kelalaian yang kita lakukan akan kembali berdampak bagi kita sendiri. Itulah sebabnya sebaiknya hutan dipelihara dan dijaga kelestariannya.
#FoodSustainesia #FoodSustainability #PembakaranHutan #Deforestasi #HutanIndonesia #AkuCintaBumi #SaveEarth #SelamatkanHutanIndonesia
Foto: Pexels/Lum3n https://www.pexels.com/photo/green-pine-trees-covered-with-fogs-under-white-sky-during-daytime-167699/